Salamun qaulam
Mirrabbi rahiim
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuhu
Bissmillahir rahmaanir rahiim..
Allahumma shali wa salim ‘allaa syayidina muhammad minnal awwaliin wa minnal akhkhiriin..
Saya tersadar tentang sesuatu yaitu berlomba dalam berbuat kebaikan , Minggu kemarin saya menonton film dan didalamnya ada kata-kata ” Fastabiqul Khairat”. Kalian tau tidak menikah juga itu ibadah , di film itu ada seorang cowo yang bingung krn cewe yang dia sukai mau dilamar temanya waktu di pesantren. Dia tau dia masih belum siap dan masih ragu tapi si cewenya jg sangat suka sama cowo ini sehingga si cewe meminta dengan sangat agar si cowo melamar sebelum di lamar orang lain. Ternyata si cowo takut untuk melamar krn dia tau kualitas temanya yang sama mesantren denganya dulu ,temanya adalah sosok yang lebih berkecukupan dan siap untuk menikah. Dia meminta pendapat abangnya(teman tp sudah seperti saudara) ,abangnya sangat kesal krn abangnya tau bahwa menikah itu adalah ibadah kenapa dia maunya menyerah dan menyerahkan ibadah yang sangat besar itu pada orang lain. Berikut ini penjelaslan mengenai “Fastabiqul Khairat” dr web tutorialpandanwangi.blogspot.co.id.
Fastabiqul khairat secara Harfiah memiliki arti ber
lomba-lomba dalam kebaikan.
Manusia diperintahkan untuk berlomba dalam
berbuat kebajikan terhadap manusia dan alam
sekitarnya.
Dalam Islam, istilah fastabiqul khairat ini merujuk
pada firman Allah Shubhanahu Wa Ta’alla sebagai berikut:
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan
dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong
dalam perbuatan dosa dan permusuhan”. (Qs Al
Maidah ayat 2)
“Maka ber lomba-lombalah kamu dalam berbuat
kebaikan”. (Qs Al-Baqarah ayat 148)
Yang namanya ber lomba-lomba itu berarti siapa lebih
cepat,
“fastabiqul” bermakna berlomba adu cepat dan
“khairat” itu berarti lebih baik.
Jadi memang siapa lebih cepat (dalam
mengerjakan kebaikan) maka ia lebih baik (dari
muanusia lainnya) dan karenanya maka disukai oleh
Allah Shubhanahu Wa Ta’alla,
sebaliknya yang me nunda-nunda dan lambat dalam
mengerjakan kebaikan akan kurang disukai oleh
Allah Shubhanahu Wa Ta’alla apalagi yang sampai tidak mau
mengerjakan suatu kebaikan,
perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya (amar
ma’ruf nahi munkar) sangatlah dimurkai oleh Allah
Shubhanahu Wa Ta’alla.
Demikianlah pemaknaan bebas dari istilah
Fastabiqul Khairat.
Allahumma shali ‘alaa muhammad’..
Shallu ‘alaih..
Memang suatu kebaikan tidak boleh ditunda
pelaksanaannya.
Manusia saja menganggap menunggu adalah
pekerjaan yang sangat membosankan.
Tentu Anda pernah merasakan bagaimana lama dan
menjemukannya mengurus sesuatu misalnya KTP,
atau mengurus izin yang bisa memakan waktu ber
bulan-bulan. Anda tentu merasa kesal.
Bayangkan apabila hal yang sama anda lakukan
kepada Allah Azza Wa Jalla yg menguasai alam
semesta.
Bagaimana murkanya Allah Shubhanahu Wa Ta’alla kepada hamba yang
dengan sengaja telah membuat Beliau menunggu.
Sebenarnya Allah Shubhanahu Wa Ta’alla tidak membutuhkan
kebaikan tersebut, justru kebaikan tersebut adalah
untuk manusia itu sendiri.
Namun karena sifat Maha Penyayang , maka Dia
memerintahkan manusia untuk berbuat baik dan
menjadi semakin baik dari hari ke hari agar
mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda :
“Hari ini, Harus Lebih baik dari pada hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
Maka barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari
kemarin maka ia adalah orang yang celaka.
Sementara orang yang hari ini sama saja dengan hari
kemarin disebut sebagai manusia yang merugi atau
mengalami kerugian karena tidak mau berusaha
maka ia kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik ,
Barang siapa yang sudah baik hari ini dibanding hari
kemarin tetapi hari esok ternyata kembali menjadi
lebih buruk seperti hari kemarin, maka dia
tergolong manusia munafik yang kufur nikmat karena
telah diberikan rizki dan pengetahuan mengenai
kebaikan namun ternyata memilih kembali berbuat
buruk/jahat.
Dan sebaik-baik manusia adalah yang hari ini lebih baik
dari hari sebelumnya dan esok akan lebih baik dari
hari ini serta menjadi semakin baik pada hari-hari
berikutnya sampai ajal menjemputnya. Itulah yang
disebut dengan khusnul khatimah, karena istiqomah
dalam berbuat kebaikan.
Allah Shubhanahu Wa Ta’alla berfirman:
” Dan carilah pada apa-apa yang telah dikaruniakan
Allah kepadamu, kebahagiaan negeri akhirat dan
janganlah kamu lupakan kebahagiaanmu dari
(kenikmatan) duniawi. dan berbuat baiklah kamu
kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu membuat
kerusakan dibumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs Al
Qashash ayat 77)
Kebahagiaan negeri akhirat adalah keinginan dari
kita semua, hal ini tidak akan pernah terwujud dan
sulit untuk meraihnya kalau setiap diri tidak
berusaha membuka jalan kearah kenginan tersebut.
Allah tidak menyukai dan tidak menyuruh umat
manusia memfokuskan diri soal akhirat semata
dengan meninggalkan dan mengesampingkan jatah
kenikmatan dan kesenangan hidup didunia ini.
Hendaknya setiap diri harus bisa mempergunakan
kenikmatan maupun kesenangan dunia sebagai
kendaraan untuk mendapatkan kebahagiaan negeri
akhirat dengan segenap kemampuan yang diberikan-
Nya.
Firman Allah Shubhanahu Wa Ta’alla:
“Rabbana aatina fiddunya hasanatan wa filakhirati
hasanatan waqiina ‘azabannar”. (Qs Al Baqarah
ayat 202)
yang artinya
“berikanlah aku kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan jauhkanlah dari panasnya api neraka”.
Ayat tersebut mengandung arti, bahwa kebaikan di
akhirat dan dijauhkannya seseorang hamba dari
panasnya api neraka itu hanya dapat dicapai
apabila di dalam kehidupan dunianya seseorang
hamba telah mendapatkan kebaikan terlebih dahulu
yaitu dengan cara mempraktekkan “fastabiqul
khairat”. Inilah kebenarannya,
bukakah memang akhirat itu hanya dapat kita
capai setelah kita melakukan perjalanan di dunia
terlebih dahulu?
Karena itulah maka berlombalah melakukan
kebaikan selama hidup di dunia agar kelak
mendapatkan kebaikan di akhirat dan dijauhkan
dari siksa neraka.
Akan tetapi kita harus ber hati-hati dalam mencari
kebaikan di dunia karena syaithan itu banyak
melakukan tipu daya berupa kesenangan dan
keindahan duniawi yang nampaknya baik namun
sesunggunya adalah perangkap bagi manusia yang
tidak beriman.
Sehingga manusia bisa terjerumus oleh godaan
tersebut.
Allahumma shali ‘alaa muhammad’..
Shallu ‘alaih..
Kita harus bisa membedakan, manakah kebaikan
yang diinginkan oleh Allah Shubhanahu Wa Ta’alla dan manakah yang
merupakan dorongan hawa nafsu yang ditunggangi
oleh bisikan syaithan.
Agar kita selalu selamat maka Allah Shubhanahu Wa Ta’alla dan
Rasul-Nya telah memberikan pegangan yaitu Al
Quran dan Al Hadist sebagai rujukan dan rambu-rambu
bagi kita dalam menjalani kehidupan serta mencari
kebaikan di dunia itu.
Sebab, tuntunan itu sudah sangat jelas
memisahkan antara yang haq dan yang batil,
nurani kita dengan mudah dapat memahaminya,
tinggal apakah kita mampu menundukkan hawa
nafsu?
Apabila tidak sanggup dan berat melawan diri sendiri
yang cenderung berbuat keburukan,
maka jalan satu-satunya adalah memohon
perlindungan dan pertolongan Allah Shubhanahu Wa Ta’alla dengan
berserah diri. Niscaya pertolongan akan datang.
Fastabiqul khairat dapat dilakukan melalui usaha
maupun pekerjaan yg kita lakukan dengan
sungguh-sungguh,
doa, sabar dan tawakal sebagai sandarannya serta
selalu saling berkompetisi didalam berbuat
kebaikan dan ibadah dsb.
Itulah kendaraan yg paling tepat dan efektif untuk
meraih kebahagiaan hidup didunia dan kehidupan
negeri akhirat yang abadi.
Tapi kalau sebaliknya, suka membuat
kerusakan.permusuhan maupun kerusuhan di
mana-mana, apalagi sampai berbuat dosa dan durhaka
maka jangan disesali diri akan dikucilkan
masyarakat dan akan sangat dimurkai oleh Allah
Shubhanahu Wa Ta’alla sehingga ditimpakan azab dan kutukan-Nya.
Hal-hal yang dilarang Allah Shubhanahu Wa Ta’alla dan Rasul-Nya harus
dihilangkan sedini mungkin, mengantinya dengan
berprilaku terpuji dan senang dalam berbuat kebaikan.
Saling berkompetisi dan berlomba-lomba dalam
berbuat kebaikan (Fastabiqul Khairat) juga
bermakna selalu mentaati dan patuh untuk
mengaplikasikan dan merealisasikan segala perintah
Allah Shubhanahu Wa Ta’alla dan mengekang diri, mengendalikan hawa
nafsu untuk menjauhi larangan-Nya.
Kalau dikaji lagi dengan seksama betapa
pemurahnya Allah Shubhanahu Wa Ta’alla, dimana didalam
melaksanakan segala bentuk kewajiban hanya
berdasarkan kesanggupan manusia itu.
Dalam artian, dikerjakan dengan penuh kesadaran
menurut kekuatan fisik, hati maupun pikiran.
Sedangkan didalam menghentikan larangan tidak
bisa ditawar-tawar dengan berbagai macam alasan
(excuse) bagimanapun situasi dan kondisinya harus
dihentikan.
Hasbunallahu wa ni’mal wakil.
Ni’mal maula wa ni’man nashiir.
Wallahhu a’lam.ُ
Barakallahufikum ….
SEMOGA BERMANFAAT …
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuhu